Menunggu di Ujung Hari


  Tiba-tiba pikiranku melayang ke sore Kamis pekan lalu. Saat burung-burung entah jenis apa itu beterbangan menghias langit luas yang nampak setengah jingga. Dikala angin kota di ujung Sumatera berhembus manja, dan orang-orang pejuang malam mulai menggelar dagangan mereka.

    Aku masih duduk menunggu di pinggiran kota, sambil mengamati padatnya manusia, di ujung hari di bulan ketiga. Iya, menunggu. Benar, aku menunggu seseorang yang entah kapan akan datang.

   "Sial, sebenarnya aku tau dia tak akan datang. Tapi masih saja aku menunggu dan berharap ia datang." Celetukku.

   Rombongan bocah sekitar 10 tahunan berlalu di depanku, sembari menggowes sepeda dengan warna yang cukup nyentrik. "Nyentrik," benakku. Sial, satu kata yang buatku jadi ingat dia lagi. Dia yang sering mengucapkan itu, setiap kali meledek atau apalah namanya itu kepadaku.

   Sesaat mataku menengok jam tangan, berharap waktu tak berjalan terburu-buru. Tapi sepertinya itu mustahil, jingga langit semakin melebar, jalanan semakin ramai, bocah-bocah mulai pulang kandang. Ini hari ke 98 aku duduk menunggu dia di ujung hari. Terus kulakukan, dan berharap keajaiban benar datang. Datang untuk membuktikan bahwa janjinya yang pernah terucap bukan hanya janji busuk dari mulutnya. 

  Setidaknya, aku yang setia ini masih memegang ucapannya, 'aku akan kembali setelah hati ini pulih, tunggu aku,'

    Lantas aku menggerutu, hanya aku yang bisa mengobati. Mengapa kau malah pergi? Kau tak akan bisa memulihkan hatimu yang sudah terlanjur buyar karena ulah gadis yang bukan cuma tak bertanggungjawab atas hatimu yang telah jatuh padanya, tapi juga sengaja meninggalkan luka yang abadi.

     Setiap kali kau patah hati, hatiku pun ikut patah. Bagaimana aku bisa tegar melihat sahabatku sejak kecil berduka? Mana bisa aku mengingkari janji kita yang selalu ada, selalu setia saat suka dan duka. Klasik memang, tapi, bukankah Ayah kita yang mengajarkan? Pun, karna Ayah kita pula kita jadi sedekat ini, bukan? 

     Memang benar kata orang, mana ada ikatan sahabat antara laki-laki dan perempuan yang bisa abadi? Jika bukan cinta yang tumbuh di antaranya, patah hati lah yang akan dirasa. 

~ putri kurniawati

Comments

Post a Comment